Kamis, 04 Juni 2009

Tanpa Hati Kumemandangmu

Telah kubiarkan hatiku menjelajah negerimu. Masih kuingat nafasnya yang terakhir dan

langkahnya yang gontai. Mengisahkan secercah luka yang mendarah. Negerimu yang indah.

Kenangan yang membias sinarnya, memerah, melamah, pupus. Sejak lama aku berkemas.

Berjalan tanpa hati. Kubawa dari tapa rasa, mengupas suka-duka, melepas manis getir, menebas

keindahan buruk rupa. Jauh dan dekat darimu kutempuh. Mengambang di telaga tanpa riak,

mengapung di lautan datar. Hidup tanpa riak, tanpa liku, laku, tanpa gelora. Hidup tanpa rasa.

Tanpa cinta bagai kanker, menyebar pesat ke seluruh tubuh dan dirimu seperti cahaya.

Menyusup lorong-lorong tersempit. Dan diriku menyerapmu penuh, mengisapmu luruh

Kaumemori dalam darahku, menggiring, menggerayang, mengacak ruang-ruang sukma.

Dan diriku tak layu tertata lagi seperti dulu. Wajahmu memompa jantung, banjiri benak 

Nafasku menghirup benakmu

lidahku mengucap gerakmu

jiwaku memburu hatimu

Lalu gelakmu, gegapmu, lenguhmu

Lalu hidupku dipaku hidupmu

Tanpa hati memandangmu, aku tetap gemetar menggelepar

Kamis, 23 April 2009

Membaca dan Ada Apa dengan Buku?

Oleh Mr. Abdul Basyir

Sudahkah Anda membaca hari ini? Tentu tidak ada salahnya jika Anda  mempergunakan sedikit waktu luang untuk membaca. Cobalah sekali-kali merenungkan berapa banyak ilmu yang kita peroleh dari hasil membaca!

Apapun jenis bacaan yang  kita baca, pasti ada pelajaran dan hikmah baru yang kita dapatkan. bisa saja pengalaman penulis dapat dijadikan pedoman untuk menjadi yang lebih baik.

 Sekali-kali luangkan waktu untuk berwisata alam pikiran dan penambahan “gizi” wawasan ke perpustakaan. Kenapa mesti orang yang berkaca mata tebal saja yang selalu ada di perpustakaan? kenapa yang tidak berkaca mata susah untuk membaca buku? 

Membaca dan ada apa dengan buku? Kita cukup dengan melihat isinya kemudian kita pahami maksudnya. Karena itu, kita banyak tahu. Banyak tahu itu pintar. Gampangkan! Apa susahnya sih! Susahnya..ya.. mungkin tidak punya keinginan untuk menjadi manusia yang banyak tahu. 

Buku yang telah didesain sedemikian rupa bagusnya, diberi judul dangan kata-kata yang memikat, cover yang cantik, tidakkah menarik perhatian kita untuk mendekatinya? Jika tidak, sungguh orang yang demikian itu tidak mempunyai “libido” dengan buku..ha ha.. okey, sekaranglah saatnya. Cobalah dekat dengan buku. suatu saat kita akan sangat mencintainya. Caranya gampang, kok!..mm.. bertemanlah dengan buku, Ajak dia kemana kita pergi, jadikan ia pacar keduamu, sesekali “cumbuilah” dengan membacanya. Dan cewek kita ngak akan cembaru karenanya. malah dia akan senang  dan kagum karena dia punya cowok yang smart dan rajin membaca. 

Ketika kita bertemu muka dengan buku-buku di perpustakaan misalnya—apapun jenisnya, menarik atau tidak—pertama, bacalah semua judul buku. Disaat yang demikian banyaknya judul buku tersebut  pasti ada satu judul buku yang menarik buat kamu. Nah, beda lagi kalau kita sedang jalan-jalan di toko buku..jika demikian cepat-cepatlah lihat semua judul buku. kalau ada yang cocok, ya.. tunggu apa lagi? langsung saja tukarkan buku itu dengan uang kita. 

Nah, uang yang kita keluarkan untuk membeli buku itu memang gak rugi lho..lebih-lebih jika buku yang kita beli banyak manfaatnya .Misalnya nih...kita beli buku berisi cerita tentang Rasulullah dan sahabatnya, jelas kita nggak rugi. Berapa pun harga buku tersebut, tak cukup—mungkin—membawa kita kembali kepada zaman rasul. Benar gak?! Makanya, harga sebuah buku tidak sebanding dengan pengatahuan yang kita peroleh. Kita bisa tahu bagaimana perjuangan nabi Muhammad berjuang membela Islam, kita tahu perang apa yang paling dasyat, berapa jumlah pasukannya, makna peristiwanya, orang-orang yang mati syahid dan yang ingkar terhadap perintah Tuhan, dan lain sebagainya.

Ayo, tunggu apa lagi? belilah sebuah buku dan kita akan banyak tahu. Apalah arti uang selembar dua lembar..ya..paling-paling hanya disambut senyum seekor monyet bergantungan itu lho... waktu melihatnya..he.he 

Kalau pun kita tidak ada uang maka  jangan sedih dulu! kita tak perlu repot untuk pikirkan itu. yang penting adalah kita harus tahu bahwa di sekitar kita pasti ada dong yang namanya PERPUSTAKAAN? ya,,,pasti ada dong..kita hanya butuh datang, pinjam, dan tak perlu mengeluarkan uang sepeser pun..Gampang kan???
LHo, koq BeNgonGG??? Ayo, cepeTTan.....!! MMm...syukur-syukur di perpustakaan nanti kamu ketemu cewek dambaanmu.  ..kan, oke punya tuhH..Tul..gAAK??? ha ha ha (",) ...

Minggu, 27 April 2008

Mengedit dengan gaya reduksi

“’Tulisan yang ringkas itu bertenaga. Sebuah kalimat seyogyanya tidak berisi kata-kata yang tidak diperlukan, sebuah paragraf tidak berisi kalimat yang tidak diperlukan, seperti halnya lukisan tidak ada garis-garis yang tidak diperlukan, dan sebuah mesin tanpa bagian yang tidak diperlukan. “

--- William Strunk Jr, The Elements of Style (1918)

REDUNDANCY

Redundancy ialah penggunaan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan. Bila kata yang tidak diperlukan itu ditiadakan, arti kalimat tidak berubah. Bentuk redundancy meliputi tautologi, pleonasme, prolixity, sirkumlokusi, repetisi. Secara praktis istilah tautologi dan pleonasme disamakan saja, namun ada yang ingin membedakannya. Begitu juga dengan prolixity, dalam penggunaannya sering dianggap bersinonim dengan tautologi.

1. Tautologi (tautology)
Berasal dari bahasa Latin tautologia.
Kata atau frasa yang mengulang suatu makna dengan kata berbeda. Jika kata yang merupakan pengulangan arti itu dihilangkan, arti frasa atau kalimat tidak berubah.

Pengulangan kata yang sama atau menggunakan sinonim kata yang diulang. Contoh tautologi: ”bonus tambahan ekstra” , ”hadiah cuma-cuma” , ”sejarah masa lalu”.

2. Pleonasme

Bahasa Latin pleonasmus, dari bahasa Yunani pleonasmos.Frasa atau kalimat yang mengandung kata-kata yang berlebihan atau kata yang tidak diperlukan alias mubazir. Bila kata yang berlebihan itu dihilangkan, artinya tetap utuh.

Contoh:

Darah yang merah itu melumuri seluruh tubuhnya.

Darah melumuri seluruh tubuhnya.

Saya tahu bahwa kamu datang.

Saya tahu kamu datang.

Kata bahwa sifatnya pilihan: boleh dipakai, boleh dihilangkan.

Contoh lain:

Pemikir lain barangkali hanya memikirkan soal kebangsaan saja.
Pemikir lain barangkali memikirkan soal kebangsaan saja.

Pleonasme sebagai gaya bahasa untuk memberikan efek atau penekanan khusus.

Saya telah mendengar hal itu dengan telinga saya sendiri.

Saya telah melihat kejadian itu dengan mata kepala saya sendiri.

3. Prolixity

Berasal dari bahasa Latin prolaxitas, prolixus artinya bersebambangan (tampak meluas) atau extended’ dalam bahasa Inggris.

Frasa atau kalimat yang memiliki atau mendapat tambahan kata tidak relevan atau tidak logis atau tidak mempunyai makna apa-apa.

Dalam tulisan, prolixity dapat berbentuk:

Deskripsi berlebihan

Ini bisa kita temukan pada ”prosa ungu”, yaitu karangan yang terlalu banyak pernik atau bahasa berbunga-bunga.

Contoh:

Anggur (wine) dideskripsikan secara berlebihan dengan frasa: minuman dewa yang sangat lezat ("a nectarian beverage")

Hari sudah gelap dan malam menggempur; hujan turun dengan derasnya—hanya sesekali reda, ketika dihalangi oleh angin kencang yang menyapu jalanan—mengguntak seluruh atap rumah, dan mengguncang dengan galaknya nyala api kecil sebuah lampu yang berjuang melawan kegelapan.

(Kalimat awal novel Paul Clifford karya Baron Lytton)

Simile dan metafora

Jika digunakan secara pantas, simile dan metafora dapat menambah komunikasi lebih hidup. Tapi, jika penggunaannya berlebihan, bisa membosankan.

Pernyataan yang sudah sangat jelas

Contoh:

Ia tersenyum dengan bibirnya.

Saat subuh pagi itu, ia menunaikan salat. Saat senja sore harinya, ia pergi ke masjid untuk salat magrib.

4. Sirkumlokusi (Circumlocution)

Berasal dari bahasa Latin circumlocution.

Penggunaan kata yang terlalu banyak untuk suatu maksud sehingga gagasan yang disampaikan menjadi kabur.

Definisi keliling, termasuk sirkumlokusi, yaitu definisi yang mengulang kata yang dibatasi atau mengulang gagasan yang sama, yaitu sinonimnya, dalam definiensnya.

Contoh:

Psikolog adalah seorang yang memiliki profesi dalam bidang psikologi.

Contoh:

Sesudah menjelang tahap terakhir pertandingan itu, terjadilah keributan antara dua kesebelasan.

Perbaikan:

Menjelang akhir pertandingan, terjadilah keributan antara dua kesebelasan.

Hak interpelasi adalah hak di mana untuk mengajukan hak ini sekurang-kurangnya 30 anggota dewan ini yang tidak hanya terdiri dari satu fraksi dapat mengajukan usul kepada DPR untuk mengajukan hak ini kepada Presiden tentang suatu kebijaksanaan pemerintah.

Perbaikan:

Hak interpelasi adalah hak DPR untuk mengajukan suatu pertanyaan mengenai kebijaksanaan pemerintah kepada presiden. Usul interpelasi sekurang-kurangnya diajukan oleh 30 anggota dewan dari satu fraksi atau lebih.

Tolong sambungkan telepon Anda dan telepon saya dengan nomor....

Perbaikan:

Hubungi saya melalui nomor ....

Telepon saya melalui nomor....

Itu selalu menjadi masalah baginya bahwa pada saat musim kemarau tiba pada setiap tahunnya ia merindukan kota di mana ia dilahirkan.

Perbaikan:

Setiap kemarau tiba, ia rindu kota kelahirannya.

Kakaknya, yang adalah seorang mahasiswa di sekolah hukum, suka membawa topik kontroversial yang setiap orang memiliki pendapat berbeda tentang hal itu.

Perbaikan:

Kakaknya, mahasiswa hukum, suka membawa topik kontroversial.

5. Repetisi

Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat.

Contoh:

Ia adalah seorang pelajar yang mempelajari bidangnya dengan tekun.

Mereka melakukan perombakan-perombakan untuk merombak peraturan-peraturan yang lama.

Persoalan-persoalan yang penting yang perlu dibahas adalah persoalan SARA, yaitu persoalan yang penting diperhatikan oleh seluruh anggota masyarakat.

Repetisi yang efektif

Repetisi kadang diperlukan untuk memberi tekanan kata yang diulang dalam sebuah konteks yang sesuai. Seorang orator mungkin sengaja mengulang kata, frasa, atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi efek khusus. Bahkan penggunaan repetisi sebagai gaya bahasa bisa menjadikan tulisan penuh tenaga. Begitu juga dalam pidato, orator sengaja menciptakan repetisi yang bermacam-macam.

Tokoh-tokoh dunia seperti Abraham Lincoln, John F. Kennedy, Soekarno kerap menggunakan repetisi dalam pidatonya untuk memberikan tekanan khusus.

Repetisi berdasarkan gagasan yang ditampilkan secara simetris:

Paralel

Kita tidak dapat mempersembahkan, kita tidak dapat menasbihkan, kita tidak dapat menyucikan tanah ini.

Abraham Lincoln dalam Gettysburg Address

Alternatif

Beri aku kemerdekaan, atau beri aku kematian.

(Give me liberty, or give me death. –Patrick Henry).

Kontras

Jangan tanyakan apa yang telah diberikan negara kepadamu, tapi tanyakan apa yang telah kamu berikan untuk negerimu.

(Ask not what your country can do for you, but ask what you can do for your country.)

John F. Kennedy

Repetisi berdasarkan letak kata yang diulang dalam baris, klausa, atau kalimat (lihat Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, halaman 127-128)

Epizeuksis

Epizeuksis: repetisi yang bersifat langsung, artinya kata yang dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut. Contoh:

Kita harus bekerja, bekerja, sekali lagi bekerja keras untuk memulihkan kerusakan akibat gempa.

Tautotes

Tautotes: repetisi atas sebuah kata berulang-ulang dalam sebuah konstruksi.

Contoh:

Aku mencintai kamu. Kamu mencintai aku. Aku dan kamu saling mencintai.

Anafora

Anafora: repetisi yang berwujud perulangan kata pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya.

Contoh:

Berdosakah jika aku mencintaimu? Berdosakah jika aku menyayangimu? Berdosakah jika aku menikahimu?

Epistrofa

Epistrofa: repetisi yang berwujud perulangan kata atau frasa pada akhir baris atau kalimat berurutan.

Cincin emas permata yang kuberikan kepadamu adalah bukti cintaku kepadamu.

Rumah di Pondok Indah yang kubelikan untukmu adalah bukti cintaku kepadamu.

Uang di sampul merah yang kutitipkan kepadamu adalah bukti cintaku kepadamu.

Simploke

Simploke: repetisi pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut.

Kamu bilang aku manis. Aku diam saja.

Kamu bilang aku cantik. Aku diam saja.

Kamu bilang aku ayu. Aku diam saja.

Kacian deh lo!

Mesodiploses:

Mesodiploses: repetisi di tengah-tengah baris atau beberapa kalimat berurutan.

Contoh:

Pegawai kecil jangan mencuri kertas.

Pejabat jangan mencuri harta negara.

Pengusaha jangan mencuri keringat buruh.

Epanalepsis:

Epanalepsis: pengulangan yang berwujud kata terakhir dari baris, klausa atau kalimat, mengulang kata pertama. Contoh:

Kita berjuang demi tanah air kita.

Kita berkorban untuk negara kita.

Anadiplosis:

Anadiplosis: kata atau frasa terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frasa pertama dari klausa atau kalimat berikutnya. Contoh:

dalam laut ada tiram, dalam tiram ada mutiara

dalam mutiara: ah tak ada apa

dalam baju ada aku, dalam aku ada hati

dalam hati: ah tak apa jua yang ada

Repetisi bunyi:

Aliterasi:

Aliterasi:perulangan bunyi konsonan

Debar jantungku, denyut nadiku, desah napasku menggelora bila dekat denganmu, oh, Deborah.

Asonansi:

Asonansi: perulangan bunyi vokal

Kutahu apa yang kau mau.
Ini muka penuh luka siapa punya.

Latihan membuat repetisi yang efektif.

Rumah dan jalanan kita tidak aman dari ancaman perampok, pemerkosa, pembunuh. Penjara dan keadilan sebuah lelucon. Penjahat menertawakan hukum, pengadilan, masyarakat. Kejahatan lepas kendali dan penjahat mengendalikan kita.

Revisi:

Rumah kita tidak aman dari ancaman perampok, jalanan kita tidak aman dari ancaman pemerkosa dan pembunuh. Penjara sebuah lelucon, keadilan sebuah lelucon. Penjahat menertawakan hukum, menertawakan pengadilan, menertawakan masyarakat. Kita tidak bisa mengendalikan kejahatan, tapi kejahatan mengendalikan kita.

Sumber:

1. Smith, Wendell H. Readable Writing, Revising for Style. California: Wadsworth Publishing Company, 1985.

2. Rees Cheney, Theodore A. Getting the Words Right: How to Revise, Edit & Rewrite. Ohio: Writer’s Digest Books, 1984.

3. Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia, 1996.

4. Wikipedia, the free encyclopedia (www.wikipedia.com)

Aku, Saya dan Daku

-- Yeni Mulyani*
UNGKAPAN "Kita? Elo aja kali gua enggak" akhir-akhir ini begitu populer dan sering terdengar di sebuah stasiun televisi. Sebenarnya, apa yang aneh dari ungkapan itu? Tentu saja, karena kata kita, pengganti persona pertama jamak, dipakai oleh seorang sebagai pengganti persona pertama tunggal. Pemakaian kita yang dipandang janggal karena tidak mewakili orang banyak langsung diprotes "elo aja kali gue enggak" mengimplikasikan orang yang diajak bicara tidak terlibat dalam pembicaraan si pembicara. Pembicara seharusnya memakai kata ganti persona pertama tunggal, aku atau saya.

Sesungguhnya, ungkapan "Kita? Elo aja kali gua enggak", merupakan seloroh atau sekadar selingan dalam sebuah acara agar suasana menjadi tambah hangat, tetapi setidaknya dapat menggambarkan bahwa pemakaian kita dan aku masih rancu. Begitu pula dengan pemakaian kata ganti persona lainnya, seperti kata aku dan saya. Bahasa Indonesia mengenal dua bentuk kata ganti persona pertama tunggal, aku dan saya. Pertanyaannya, apakah kedua kata itu dapat sepenuhnya saling menggantikan? Aku dan saya masing-masing memiliki perbedaan dalam pemakaiannya.

Aku hanya dapat dipakai dalam situasi informal. Misalnya oleh dua orang yang saling mengenal atau di antara mereka yang akrab. Oleh karena itu, risih juga melihat para artis memakai aku saat berkomunikasi dengan pemirsa karena antara si artis dan pemirsa tidak saling kenal, apalagi akrab. Aku dapat diganti saya karena saya selain dapat digunakan dalam situasi formal, juga dapat digunakan dalam situasi informal.

Kata saya akan lebih aman digunakan sebagai kata ganti persona pertama tunggal karena dapat dipakai dalam situasi formal dan informal. Di samping itu, saya tidak bermarkah, sedangkan aku bermarkah keintiman.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa aku dipandang sebagai kata ganti persona pertama tunggal asli dalam bahasa Indonesia. Aku memang digunakan di beberapa wilayah di Indonesia, semisal dalam bahasa Sulawesi, Dayak (Kalimantan), Jawa, Sumatra, dan Melayu.

Hasil penelitian pun menunjukkan bahwa bentuk asli kata ganti persona pertama tunggal adalah aku. Bahwa aku merupakan bentuk kata ganti persona pertama asli dalam bahasa
Indonesia, tampak pula dalam kefleksibelannya yang tidak dimiliki oleh bentuk saya (aku memiliki bentuk terikat -ku, sedangkan saya tidak).

Apabila menyimak karya-karya Pramoedya Ananta Toer, terutama karya-karya yang muncul di awal kepengarangannya, pemakaian kata ganti persona pertama di
sana sangat menarik. Pram memakai tiga bentuk kata ganti persona pertama, yaitu saya, aku, dan daku. Sepintas, pemakaian bentuk kata ganti persona pertama yang berbeda-beda itu memang tidak aneh, tetapi jika ditelusuri lebih lanjut atas dasar konteks wacananya tampak tujuan pengarangnya mengapa memilih aku, saya, atau daku.

Munculnya bunyi (d) pada daku tiada lain pengaruh bunyi (n) yang mengakhiri preposisi seperti akan atau dengan yang diikuti bentuk yang diawali dengan bunyi d. Fenomena ini dapat diketahui dalam teks-teks lama, misalnya dalam kalimat "Dengan hal yang demikian menjadi kasihlah keduanya itu akan daku dan aku pun kasihlah akan dia." Bunyi d tidak muncul setelah preposisi yang tidak berakhir dengan bunyi (n), seperti dalam kalimat "Jikalau seperti aku ini orang-orang miskin."

Bentuk daku dalam bahasa
Indonesia --di bidang-bidang ilmu atau ranah-ranah lain-- jarang ditemui. Daku dapat ditemukan dalam laras sastra teristimewa laras puisi. Bentuk daku yang secara sintaktis ada di sebelah kiri dalam puisi modern semata-mata muncul untuk menggantikan bentuk aku seperti daku sedih ditinggal kekasih.

Akan tetapi, dalam karya Pramoedya Ananta Toer daku muncul bersama-sama dengan bentuk aku. Jadi, kedua-duanya dipakai oleh Pram untuk tujuan yang berbeda. Meskipun berfungsi sebagai kata ganti persona pertama, apabila dilihat konteks kalimatnya dan dipandang atas dasar peran dalam kalimatnya aku dan daku memiliki peran yang berbeda. Hal ini pun menjadi menarik karena Pram di dalam karyanya menggunakan ragam daku dan aku dalam peran yang lain. Kekonsistenan Pram dalam menempatkan bentuk daku dan aku tetap terjaga sehingga menunjukkan bahwa pengarang sengaja memakai kedua kata ganti persona untuk peran yang berbeda.

Penggalan cerpen "Cerita dari Blora" akan menjelaskan hal itu, "Aku mendengarkan cerita dari ayah. Di waktu-waktu itu nampak olehku adanya kegugupan yang meraba kehidupan
kota kecil kami." Dalam penggalan itu hadir aku atau -ku sebagai kata ganti persona pertama yang berperan agentif atau pelaku yang melakukan perbuatan. Sementara itu, dalam kalimat, "Ayah sangat menyayangi daku, …mencintai daku, …menangkap daku, …dipeluknya daku, diciumnya daku…." Bentuk daku dalam kalimat itu berperan objektif.

Contoh berikutnya, "Aku berdiri seorang diri di belakang gubug. Tangis Puli menuduh daku bersalah dan yang salah harus dihukum. Aku termanggu mematung di tengah hujan. Badanku mulai menggigil, namun alam ini belum juga puas menghukum daku." Dalam kalimat tersebut tampak Pram menggunakan aku untuk menunjukkan pelaku perbuatan, sedangkan untuk menunjukkan peran objektif atau sasaran perbuatan, menggunakan daku.

Pramoedya Ananta Toer memang terkenal sebagai pengarang yang memiliki kekuatan dalam
gaya pengucapan yang terekspresikan lewat bahasa. Kata-kata Pram bisa tajam seperti pedang, bisa juga menimbulkan berbagai rasa lain, dan semangat yang berapi-api.***

* Yeni Mulyani, Bekerja di Balai Bahasa
Bandung.

Sumber: Khazanah, Pikiran Rakyat, Sabtu,
12 April 2008

Taksonomi Kesalahan Berbahasa

Taksonomi Kesalahan Berbahasa

Pengantar

Kesalahan berbahasa merupakan sisi yang memunyai cacat pada ujaran atau tulisan. Kesalahan tersebut merupakan bagian-bagian konversasi atau komposisi yang menyimpang dari norma baku atau norma terpilih dari performansi bahasa orang dewasa (Tarigan, 1988:141). Hal itu dapat diketahui bahwa kesalahan adalah penyimpangan norma-norma bahasa yang telah ditetapkan dalam penggunaan bahasa. Kesalahan berbahasa ini dapat dilakukan oleh siapa saja.

Menurut Tarigan (1988: 87), kesalahan berbahasa erat kaitannya dengan pengajaran bahasa, baik pengajaran bahasa pertama maupun pengajaran kedua. Kesalahan berbahasa tersebut mengganggu pencapaian tujuan pengajaran bahasa. Kesalahan berbahasa harus dikurangi bahkan dapat dihapuskan. Kesalahan-kesalahan tersebut sering timbul dan banyak terjadi pada penulisan-penulisan ilmiah.

Ada empat pengklasifikasian atau taksonomi kesalahan berbahasa yang dikemukakan Tarigan (1988), antara lain:

(1) taksonomi kategori linguistik;

(2) taksonomi siasat permukaan;

(3) taksonomi komparatif; dan

(4) taksonomi efek komunikatif.

Taksonomi Siasat Permukaan

Taksonomi siasat permukaan (atau surface strategy taxonomy) menyoroti bagaimana cara-caranya struktur-struktur permukaan berubah (Tarigan, 1988:148). Secara garis besarnya, kesalahan-kesalahan yang terkandung dalam siasat permukaan ini adalah:

(1) penghilangan (omission) adalah kesalahan-kesalahan yang bersifat “penghilangan” ini ditandai oleh ketidakhadiran suatu butir yang seharusnya ada dalam ucapan yang baik dan benar.

Contoh kalimat:

Kami membeli makanan enak warung.

Kalimat tersebut mengalami kerancuan makna karena penghilangan butir kata (preposisi) yang tidak seharusnya terjadi. Seharusnya kalimat yang benar adalah:

Kami membeli makanan di warung.

(2) Penambahan (addition), penambahan ini adalah kebalikan dari penghilangan, yaitu kesalahan penambahan ini ditandai oleh hadirnya suatu butir atau unsur yang seharusnya tidak muncul dalam ucapan yang baik dan benar.

Contoh kalimat:

Para mahasiswa-mahasiswa.

Banyak rumah-rumah.

Yang seharusnya:

Para mahasiswa atau mahasiswa-mahasiswa

Banyak rumah atau rumah-rumah

(3) Salah formasi (misformation), kesalahan misformation ini ditandai oleh pemakaian bentuk morfem atau struktur yang salah. Kalau dalam kesalahan penghilangan, unsure itu tidak ada atau tidak tersedia sama sekali, maka dalam kesalahan formasi ini sang pelajar menyediakan serta memberikan sesuatu, walaupun hal itu tidak benar sama sekali.

Contoh kalimat:

The dog eated the chicken.

Ciri kala lalu diutamakan oleh pelajar pada verba “eated” padahal itu tidak benar sama sekali; seharurnya ate, atau:

The dog ate the chicken.

(5) Salah susun (misodering) ditandai oleh penempatan yang tidak benar bagi suatu morfem atau kelompok morfem dalam suatu ucapan atau ujaran.

Contoh:

I met there some Germans (kalimat)

Another my friend (frasa)

Para pelajar banyak melakukan kesalahan-kesalahan tertulis yang merupakan terjemahan “kalamiah” atau terjemahan kata demi kata struktur-struktur permukaan bahasa asli atau bahasa ibu.

(Tarigan, 1988:148-158)

Taksonomi Komparatif

Klasifikasi kesalahan-kesalahan dalam taksonomi komparatif (atau comparative taxonomy) didasarkan pada perbandingan-perbandingan antara struktur kesalahan-kesalahan B2 dan tipe-tipe konstruksi tertentu lainnya (Tarigan, 1988:158). Sebagai contoh kalau kita menggunakan taksonomi komparatif untuk mengklasifikasikan kesalahan-kesalahan pelajar Indonesia yang belajar bahasa Inggris, maka kita dapat membandingkan struktur kesalahan pelajar yang memeroleh bahasa Inggris sebagai B1.

Berdasarkan perbandingan tersebut maka dalam taksonomi komparatif dapat dibedakan:

(1) kesalahan perkembangan (development errors) adalah kesalahan-kesalahan yang sama dengan yang dibuat oleh anak-anak yang belajar bahasa sasaran sebagai B1 mereka.

Contoh:

I like do it (I like to do it)

Jim doesn’t likes it (Jim doesn’t like it)

I not craying (I am not craying)

(2) kesalahan antarbahasa (interlingual errors) adalah kesalahan-kesalahan yang semata-mata mengacu pada kesalahan B2 yang mencerminkan struktur bahasa asli atau bahasa ibi, tanpa menghiraukan proses-proses internal atau kondis-kondisi eksternal yang menimbulkannya.

Kesalahan antarbahasa merupakan kesalahan yang sama dalam struktur bagi kalimat atau frasa yang berekuivalen secara semantik dalam bahasa ibu sang pelajar.

Contoh:

Dia datang Bandung dari.

Contoh di atas adalah ucapan dari seorang anak Karo yang belajar bahasa Indonesia untuk mencerminkan susunan atau urutan kata frasa proposisi dalam bahasa Karo (Bandung dari berarti ‘dari Bandung).

(3) kesalahan taksa (atau ambiguous errors) adalah kesalahan yang dapat diklasifikasikan sebagi kesalahan perkembangan ataupun kesalahan antarbahasa.

Contoh: Konstruksi yang mencerminkan bahasa asli sang pelajar (misalnya Medan) yang belajar bahasa Indonesia sebagai B1 mereka.

Menulis saya (Saya menulis)

Tidur dia (Dia tidur)

Pergi kami (Kami pergi).

(4) kesalahan lain (other errors) menurut Dulay dan Burt (1974), dalam membuat analisis komparatif kesalahan anak-anak, menyebutnya sebagai kesalahan unik (Unique errors) yang mengacu pada keunikannya bagi para pelajar B2.

Contoh: She hungry (dengan menghilangkan auxiliary)

Contoh di atas merupakan struktur bahasa yang digunakan seorang pelajar dengan bahasa ibunya (Spanyol) dan juga tidak perkembangan B2 (seperti She hungry dengan menghilangkan auxiliary).

(Tarigan, 1988:158-163).

Taksonomi Efek Komunikatif

Taksonomi efek komunikatif memandang serta menghadapi kesalahan-kesalahan dari perspektif efeknya terhadap penyimak atau pembaca (Tarigan, 1988:164).

Berdasarkan terganggu atau tidaknya komunikasi karena kesalahan-kesalahan yang ada, maka dapatlah dibedakan dua jenis kesalahan, yaitu:

(1) kesalahan global (global errors)

Kesalahan global adalah kesalahan yang memengaruhi kesalahan organisasi kalimat sehingga benar-banar mengganggu komunikasi. Menurt Burt dan Kiparsky, kesalahan gobal mencakup:

a. Salah menyusun unsur pokok.

Misalnya:

Bahasa Indonesia banyak orang disenangi.

Yang seharusnya:

Bahasa Indonesia disenangi banyak orang.

b. Salah menempatkan atau tidak memakai kata sambung.

Misalnya:

Tidak beli beras tadi, apa makan kita sekarang.

Yang seharusnya:

Kalu kita tidak membeli beras tadi, makan apa kita sekarang.

c. hilangnya ciri kalimat pasif.

Misalnya:

Rencana penelitian itu diperiksa pada pimpinan.

Yang seharusnya:

Rencana penelitian itu diperiksa oleh pimpinan.

(2) kesalahan local (local errors)

Kelahan lokal adalah kesalahan yang memepengaruhi sebuah unsur dalam kalimat yang biasanya tidak mengganggu komunikasi secara signifikan. Keslahan-kesalahan ini hanya terbatas pada suatu bagian kalimat saja, maka burt dan Kiparsky menyebutnya kesalahan “lokal”.

Dalam bahasa Indonesia, contoh kesalahan local itu antara lain sebagai berikut.

Penyelesaikan tugas itu diselesaikannya dengan penuh semangat.

Jumlah mahasiswa Unesa berjumlah sepuluh ribu.

Penyerahan hadiah diserahkan oleh Bapak Lurah.

Yang seharusnya:

Tugas itu dislesaikannya dengan penuh semangat.

Mahasiswa Unesa berjumlah sepuluh ribu.

Hadiah diserahkan oleh Bapak Lurah.

(Tarigan, 1988: 164-166)

Taksonomi Kategori Linguistik

Taksonomi kategori linguistik mengklasifikasikan kesalahan-kesalahan berbahasa berdasarkan komponen linguistik atau unsur linguistik tertentu yang dipengaruhi oleh kesalahan. Komponen-komponen linguistik mencakup fonologi (ucapan), sintaksis dan morfologi (tata bahasa, gramatikal), semantik dan leksikon (makna dan kosakata), dan wacana (gaya) (Tarigan, 1988:145).

Taksonomi kategori linguistik dijadikan sebagai dasar penelitian kesalahan berbahasa. Unsur-unsur kesalahan berbahasa yang termasuk dalam kategori linguistik adalah

1) kesalahan fonologis, yang mencakup ucapan bagi bahasa lisan, dan ejaan bagi bahasa tulis.

2) Kesalahan morfologis, yang mencakup prefiks, infiks, sufiks, konfiks, simulfiks, dan perulangan kata.

3) kesalahan sisntaksis, yang mencakup frasa, klausa, kalimat.

4) kesalahan leksikal atau pilihan kata (Tarigan, 1988:196).

Jenis Kesalahan Kategori Linguistik

· Kesalahan Penggunaan Ejaan

Kesalahan penggunaan ejaan ialah kesalahan menuliskan kata atau kesalahan menggunakan tanda baca (Tarigan, 1988:198). Kesalahan penulisan kata meliputi kesalahan penulisan kata dasar, kata turunan, bentuk ulang, gabungan kata, kata ganti (–ku, kau-, -mu, dan –nya), kata depan (di, ke, dan dari), kata si dan sang, partikel (-lah, -kah, dan –tah), singkatan dan akronim, dan penulisan angka dan lambang bilangan.

Adapun kesalahan penggunaan tanda baca meliputi tanda titik (.), tanda koma (,), tanda titik koma (;), tanda titik dua (:), tanda hubung (-), tada pisah (-), tanda elipsis (...), tanda tanya (?), tanda (!), tanda kurung ((..)), tanda kurung siku ([...]), tanda petik (”...”), tanda petik tunggal (’...’), tanda garis miring (/), dan tanda penyingkat atau apostrof (’).

Dalam pedoman umum ejaan yang disempurnakan, selain penulisan kata dan pemakaian tanda baca, pemakain huruf kapital dan huruf miring juga termasuk ke dalam ejaan.

Penggunaan ejaan yang salah dapat menimbulkan makna yang berbeda karena bahasa tulis tidak seperti bahasa lisan yang menggunakan unsur suprasegmental. Kesalahan ini tergolong kesalahan fonologis.

Contoh:

Tuhan yang Maha Kuasa telah memberiku anak.

Dia berjalan duapuluh kilo meter.

Orangtuanya meninggal dua hari lalu.

Yang seharusnya:

Tuhan Yang Mahakuasa telah memberiku anak.

Dia berjalan dua puluh kilo meter.

Orang tuanya meninggal dua hari lalu.

(Tarigan, 1988:198)

A. Penggunaan Huruf Kapital

Penggunaan huruf kapital sesuai dengan pedoman ejaan bahasa Indonesia ialah sebagai berikut.

1. Penulisan huruf pertama kata pada awal kalimat dan petikan langsung menggunakan huruf kapital.

Salah Benar

orang tuanya sakit. Orang tuanya sakit.

kenapa ia pulang? Kenapa ia pulang?.

dia pergi ke kantor. Dia pergi ke kantor.

ia bertanya, ”dari mana adikmu?” Ia bertanya, ”Dari mana Adikmu?”

”makan apa, Mir?” tanya ibu. Makan apa, Mir?” tanya ibu.

2. Penulisan huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci menggunakan huruf besar.

Salah Benar
Kita bersyukur kepada allah. Kita bersyukur kepada Allah.

Dia mempunyai alkitab. Dia mempunyai Alkitab.

agama kristen agama Kristen

Yang maha kuasa Yang Mahakuasa

3. Penulisan huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang menggunakan huruf kapital.

Salah Benar

sultan hamengkubuwono X Sultan Hamengkubuwono X

haji umar mahmud Haji Umar Mahmud

nabi muhammad Nabi Muhammad

Dia baru diangkat menjadi Sultan. Dia baru diangkat menjadi sultan.

Tahun ini ia pergi naik Haji. Tahun ini ia pergi naik haji.

4. Penulisan huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat menggunakan huruf kapital.

Salah

presiden susilo bambang yudhoyono

profesor Budi Dharma

Siapakah Gubernur yang baru dilantik itu?

Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi Mayor Jenderal.

Benar

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Profesor Budi Dharma

Siapakah gubernur yang baru dilantik itu?

Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi mayor Jenderal.

5. Penulisan huruf pertama unsur-unsur nama orang, nama tahun, bulan, nama bangsa, suku bangsa dan bahasa, hari raya, dan peristiwa sejarah menggunakan huruf kapital.

Salah Benar

ibnu batutah Ibnu Batutah

tahun masehi tahun Masehi

Aku lahir pada bulan agustus Aku lahir pada bulan Agustus

bangsa indonesia bangsa Indonesia

suku indian suku Indian

hari natal hari Natal

peristiwa perang badar peristiwa perang Badar

mengIndonesiakan kata asing mengIndonesiakan kata asing

keInggris-Inggrisan keinggris-inggrisan

6. Penulisan huruf pertama nama geografi menggunakan huruf kapital.

Salah

Bangsa Indonesia terletak di kawasan asia tenggara.

Ayah pergi ke cirebon.

Kita berlibur ke danau Toba.

Semua orang khawatir ketika gunung kelud meletus.

Salah satu garam paling mahal adalah garam Inggris.

Ibu membawa pisang Ambon dari kota Ambon.

Benar

Bangsa Indonesia terletak di kawasan Asia Tenggara.

Ayah pergi ke Cirebon.

Kita berlibur ke Danau Toba.

Semua orang khawatir ketika Gunung Kelud meletus.

Salah satu garam paling mahal adalah garam inggris.

Ibu membawa pisang ambon dari kota Ambon.

7. Penulisan huruf pertama unsur bentuk kata ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi menggunakan huruf kapital.

Salah

perserikatan bangsa-bangsa

yayasan ilmu-ilmu sosial

undang-undang dasar republik indonesia

Benar

Perserikatan Bangsa-Bangsa

Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

8. Penulisan huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama baku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali seperti di, ke, dari, dan, yang, untuk yang tidak terletak pada posisi awal menggunakan huruf kapital.

Salah

Saya telah membaca buku dari ave maria ke jalan lain ke roma.

Bacalah majalah bahasa dan satra.

Ia menyelesaikan makalah ”asas-asas linguistik umum”

Benar

Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.

Bacalah majalah Bahasa dan Satra.

Ia menyelesaikan makalah ”Asas-Asas Linguistik Umum”.

9. Penulisan huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, sapaan menggunakan huruf kapital.

Salah

prof. Teguh Harianto

drs. Syaiful Hafidz, M.pd. diangkat sebagai kepala sekolah.

ny. Ardianto

Benar

Prof. Teguh Harianto

Drs. Syaiful Hafidz, M.Pd. diangkat sebagai kepala sekolah.

Ny. Ardianto

10. Penulisan huruf pertama kata ganti Anda dan kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang tidak dipakai dalam penyapaan pengacuan menggunakan huruf kapital.

Salah

”Kapan bapak berangkat?” tanya Harto.

Adik bertanya, ”itu apa, bu?”.

Surat saudara sudah saya terima.

Para ibu mengunjungi ibu Hasan.

Kita harus menghormati bapak dan Ibu kita.

Semua Kakak dan adik saya sudah berkeluarga.

Surat anda telah kami terima.

Benar

”Kapan Bapak berangkat?” tanya Harto.

Adik bertanya, ”itu apa, Bu?”.

Surat Saudara sudah saya terima.

Para ibu mengunjungi Ibu Hasan.

Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.

Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.

Sudahkah Anda tahu?

Surat Anda telah kami terima.

B. Penggunaan Huruf Miring

1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.

Misalnya: majalah Bahasa dan Kesusastraan

surat kabar Suara Karya

2 Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelomp[ok kata.

Misalnya: Dia bukan menipu tetapi ditipu

3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesauaikan ejaannya.

Misalnya: nama ilmiah buah manggis adalah Carcinia mangostana

politik divide et impera perenah merajalela di negeri ini

· Kesalahan Penulisan Kata

Bentuk penulisan kata sesuai dengan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan adalah sebagai berikut.

1. Penulisan Gabungan Kata

a. Penulisan gabungan kata yang termasuk kata majemuk dan bagian-bagiannya ditulis terpisah.

Salah Benar

dutabesar duta besar

tanggungjawab tanggung jawab

tandatangan tanda tangan

rumahsakit rumah sakit

sandangpangan sandang pangan

kantorpos kantor pos

kerjasama kerja sama

ujiicoba uji coba

tanyajawab tanya jawab

b. Penulisan gabungan kata yang sudah dianggap sebagai satu kata dan sudah senyawa harus ditulis serangkai.

Salah Benar

darma siswa darmasiswa

dari pada daripada

pada hal padahal

segi tiga segitiga

barang kali barangkali

bila mana bilamana

apa bila apabila

c. Penulisan gabungan kata yang salah satu unsurnya tidak dapat berdiri sendiri sebagai kata yang mengandung arti penuh ditulis serangkai.

Salah Benar

tuna rungu tunarungu

tuna grahita tunagrahita

catur wulan caturwulan

pasca sarjana pascasarjana

Tuhan Mahaesa Tuhan Maha Esa

non teknis nonteknis

d. gabungan kata yang terjadi akibat adanya imbuhan (awalan atau akhiran) ditulis serangkai dengan unsur gabungan yang paling dekat dengan imbuhan tersebut.

Salah Benar

bertanggungjawab bertanggung jawab

tandatangani tanda tangani

menyebarluas menyebar luas

e. gabungan kata yang terjadi akibat adanya imbuhan (awalan dan akhiran) ditulis serangkai seluruhnya.

Salah Benar

menggaris bawahi menggarisbawahi

penganak tirian penganaktirian

pencampur adukan pencampuradukan

ditanda tangani ditandatangani

2. Penulisan Kata Ganti ku, kau-, -mu, dan -nya

kata ganti ku dan kau diulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, -mu, dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.

Salah

Ku mau hidup seribu tahun lagi

Kenapa kau matikan radio itu?

Aku tidak tahu dengan apa yang dialami nya.

Aku pinjam makalah mu.

Benar

Kumau hidup seribu tahun lagi

Kenapa kaumatikan radio itu?

Aku tidak tahu dengan apa yang dialaminya.

Aku pinjam makalahmu.

3. Penulisan Partikel pun’ dan per’

a. partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.

Salah Benar

Engkaupun engkau pun

di manapun di mana pun

satu kalipun satu kali pun

apapun apa pun

b. Partikel pun ditulis serangkai karena sudah dianggap padu atau lazim.

Salah Benar

walau pun walaupun

ada pun adapun

kendati pun kendatipun

biar pun biarpun

kendati pun kendatipun

kalau pun kalaupun

sungguh pun sungguhpun

sekali pun sekalipun

mau pun maupun

meski pun meskipun

c. partikel per’ yang berarti ’mulai’, ’demi’, dan ’tiap’, ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.

Salah Benar

per-1 April per 1 April.

satu persatu. satu per satu

Harga kain itu Rp2.000,00 perhelai. Harga kain itu Rp2.000,00 per helai.

satu persatu satu per satu

d. Partikel per’ yang merupakan bagian bilangan pecahan bilangan dituliskan serangkai.

Salah Benar

satu per sepuluh satu persepuluh

dua lima per empat dua lima perempat

4. Penulisan Kata Depan

Kata depan harus ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya.

Salah Benar

diantaranya di antaranya

dimana di mana

kemana ke mana

kesana ke sana

kemari ke mari

kesamping ke samping

5. Angka dan Lambang Bilangan

a. Angka yang digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi, (ii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.

Salah Benar

lima kilogram 5 kilogram

pukul lima belas pukul 15.00

empat meter persegi 4 meter persegi

dua jam sepuluh menit 2 jam 10 menit

b. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan, lazim digunakan angka Arab (disertai tanda (-)) atau dinyatakan dengan angka Romawi.

Salah Benar

ke dua belas kedua belas, ke-12, XII

ke X ke-10, kesepuluh, X

c. Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen atau kamar pada alamat.

Salah Benar

jalan Tanah Abang satu jalan Tanah Abang I

Nomor lima belas Nomor 15

d. Bilangan yang mendapat akhiran –an dituliskan serangkai dengan unsur yang terdekat bila dinyatakan dengan huruf atau digunakan tanda hubung (-) bila dinyatakan dengan angka.

Salah Benar

tahun 70 an tahun ’70-an, tahun tujuh puluhan

uang 1.000 an uang 1000-an, uang seribuan

e. Bilangan yang menunjukkan jumlah ditulis dengan huruf bila dapat dinyatakan tidak lebih dari dua kata, kecuali yang menunjukkan rincian dituliskan dengan angka.

Salah

Panitia memerlukan 3 pengisi acara.

14 korban meninggal dalam kecelakaan itu.

Dua ratus telur habis terjual.

Amir menonton drama itu sampai 3 kali.

Ayah memesan 3 ekor ayam.

Benar

Panitia memerlukan tiga pengisi acara.

Empat belas korban meninggal dalam kecelakaan itu.

Sebanyak dua ratus telur habis terjual.

Amir menonton drama itu sampai tiga kali.

Ayah memesan tiga ekor ayam.

f. Bilangan yang ditulis dalam dokumen resmi, seperti akta dan kuitansi, wesel pos, dan cek dapat menggunakan angka dan huruf sekaligus.

Contoh:

1. Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp555.75 (lima ratus lima puluh lima dan tujuh puluh lima perseratus rupiah).

2. Pada hari ini Kamis, 8 Juli 2008 (delapan juli dua ribu delapan) telah memberikan uang kepada Saudara Harianto sebesar Rp2.000.000 (dua juta rupiah).

6. Bentuk Ulang

a. Kata Ulang Seluruh

Kata ulang seluruh merupakan pengulangan bentuk dasar pada seluruh bagian kata, baik yang berupa kata asal maupun kata turunan (Yulianto, 2008:73).

Contoh: makan → makan-makan

Perabotan → perabotan-perabotan

Pekerja → pekerja-pekerja

b. Kata Ulang Berimbuhan

Kata ulang berimbuhan ialah kata ulang dari bentuk dasar yang diulang seluruh bagiannya dengan disertai pengimbuhan sekaligus (Yulianto, 2008:73).

Contoh: orang → orang-orangan

Kereta → kereta-keretaan

c. Kata Ulang Sebagian

Kata ulang sebagian merupakan akata ulang yang terjadi pada sebagian bentuk dasar.

Contoh: tangga → tetangga

Tamu → tetamu

Berjalan → berjalan-jalan

Makanan → makan-makanan

d. Kata Ulang Berubah Bunyi

Kata ulang dengan perubahan bunyi ialah kata ulang dari bentuk dasar yang diulang seluruh bagiannya, namun disertai perubahan bunyi yang mungkin pada konsonan atau vokalnya (Yulianto, 2008:75).

Contoh: sayur → sayur-mayur

Balik → bolak-balik

Gerak → gerak-gerik

7. Kata si dan sang

Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengukutinya.

Misalnya:

Harimau itu marah sekali pada sang kancil.

Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.

· Kesalahan Pemakaian Tanda Baca

Pemakaian tanda baca yang sesuai dengan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia ialah sebagai berikut.

a. Tanda Titik (.)

1. Tanda titik digunakan untuk:

(a) singkatan nama gelar, contoh: Suryanto, S.H.

(b) singkatan nama orang, contoh: Muhammad Munir M. S.

(c) singkatan kata yang menggunakan huruf kecil, contoh: a.n., s.d., d.a., u.p, dkk. dll.

(d) angka yang menyatakan jumlah untuk memisahkan ribuan, jutaan, dan seterusnya, contoh: 15.000 orang.

2. Tanda titik tidak dipakai untuk

(a) Singkatan umum yang menggunakan huruf kapital seluruhnya, contoh: DPRD, MPR, DPR

(b) Singkatan lambang kimia, satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang, contoh: cu, H2O, 6 cm, Rp5.000.000,00, 70 kg

(c) Akhir judul bab/subbab, ilustrasi, atau tabel.

Contoh: a. Departemen Dalam Negeri

A. diktorat Jenderal Pembangunan masyarakat desa

B. diktorat Jenderal Agraria

1. .....

b. Patokan umum

1.1 Isi Karangan

1.2 Ilustrasi

Contoh: Tabel 2 Variasi Penggunaan Imbuhan meng-

(d) Akhir tanggal surat, nomor surat, pokok surat, lampiran surat, atau alamat penerima surat.

Contoh: Yth. Sdr. Abdul Basir S.Pd.

Jalan Babatan III A No. 45

Surabaya

Contoh: Hal: Undangan rapat

b. Tanda Koma (,)

1. Tanda koma digunakan sebagai berikut.

(a) Perincian yang lebih dari dua unsur, contoh: ....bapak, ibu, dan anak.

(b) Setelah nama orang yang diikuti gelar, contoh: Prof. Dr. Novie Andhika Pratama, M.Si.

(c) Setelah klausa pertama pada kalimat majemuk setara berlawanan, contoh: ............, melainkan ........

(d) Setelah kata atau ungkapan penghubunh antarkalimat, contoh: oleh karena itu, penyelesaiannya.....

(e) Pemisah alamat yang ditulis berurutan, serta mengapit keterangan tambahan.

Contoh: Susilo Bambang yudhoyono, Presiden Republik Indonesia ke-5, mengharapkan......

2. Tanda koma tidak digunakan untuk memisahkan anak kalimat yang didahului induk kalimat.

Contoh: kami ... karena ...

karena ..., kami ...

tim ... agar ...

agar ..., tim ...

3. Tanda koma juga dipakai sebagai berikut.

(a) Memisahkan klausa dalam kalimat majemuk setara yang tidak menggunakan kata penghubung, contoh: kakak bekerja; saya istirahat.

(b) Membedakan perincian yang lebih kecil yang menggunakan tanda koma.

Contoh: Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan perangko.

(c) Perincian yang berupa klausa yang ditulis dalam satu senarai (daftar).

Contoh:

Keslahan taksonomi kategori linguistik terdiri atas

(a) kesalahan penggunaan ejaan;

(b) .............................................;

(c) .............................................;

(d) ............................................. .

c. Tanda Titik Dua (:)

1. Tanda titik dua digunakan untuk memisahkan rincian yang mengikuti klausa lengkap.

Contoh: Kegiatan ini diarahkan untuk hal-hal berikut:

1. memberikan pengetahuan tentang bahasa Indonesia;

2. membekali keterampilan berbahasa Indonesia;

3. menanamkan sikap untuk mencintai bahasa Indonesia.

d. Tanda Hubung (-)

1.Tanda hubung digunakan sebagai berikut.

(a) menyatakan kata ulang, contoh: rumah-rumah, kantor-kantor, jalan-jalan

(b) pengimbuhan kata yang ditulis dengan huruf kapital atau angka, contoh: ber-SIM, ber-KTP, pada 1990-an

(c) pemenggalan kata.

Contoh: Senjata itu merupakan alat pertahan-

an yang canggih, namun ...........................

e. Tanda Pisah (−)

1. Tanda pisah digunakan sebagai berikut.

(a) membatasi keterangan tambahan.

Contoh: Gabungan kata termasuk kata majemukbagian-bagiannya ditulis terpisah

(b) Menyatakan jarak yang berarti kata sampai dengan.

Contoh: Waktu: pukul 15.0017.15

Catatan:

Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.

Contoh: Waktu: pukul 15.00--17.15

f. Tanda Elipsis (...)

1. Tanda elipsis dipakai sebagai berikut.

(a) Kalimat yang terputus-putus.

Contoh: Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak.

(b) Menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.

Contoh: Sebab-sebab ambrolnya ... akan diteliti lebih lanjut.

Catatan:

Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir kalimat.

Miasalnya:

Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan hati-hati ... .

g. Tanda Tanya (?)

1. Tanda tanya dipakai sebagai berikut.

(a) Tanda pada akhir kalimat tanya.

Contoh: Kapan ia berangkat?

Saudara tahu, kan?

(b) Tanda yang dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.

Contoh: Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?).

Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.

h.Tanda Seru (!)

Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau pun rasa emosi yang kuat.

Miasalnya:

Alangkah seramnya peristiwa itu!

Bersihkan kamar itu sekarang juga!

i. Tanda Kurung ((...))

Tanda kurung digunakan sebagai berikut.

(a) Mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.

Misalnya:

Bagian perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar isian kegiatan) kantor itu.

(b) Mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok.

Misalnya:

Sajak Trenggono yang berjudul ”ubud” (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada 1962.

(c) Mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.

Misalnya:

Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a).

(d) Mengapit angka atau huruf yang merinci satu urutan keterangan.

Misalnya:

Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.

j. Tanda Kurung Siku ([...])

Tanda kurung siku digunakan sebagai berikut.

(a) Mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagi koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.

Misalnya:

Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.

(b) Mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah tertanda kurung.

Misalnya:

Persamaan kedua proses ini (perbedaannya [lihat halaman 35-36] tidak dibicarakan) perlu dibentangkan di sini.

k. Tanda Petik (”...”)

Tanda petik digunakan sebagai berikut.

(a) Mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain.

Misalnya:

Saya belum siap, ”Tunggu sebentar!”

(b)Mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.

Misalnya:

Bacalah ”Bola Lampu” dari buku Dari suatu masa, dari suatu tempat.

Karangan Andi Hakim N. Yang berjudul ”Raport dan Nilai Prestasi di SMA” diterbitkan dalam Tempo.

(c) Mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.

Misalnya:

Pekerjaannya itu dilaksanakan dengan cara ”Coba dan Ralat” saja.

(d)Menutup atau mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.

Misalnya:

Kata Tomi, ”Saya juga minta susu.”

(e) Menutup kalimat atau bagian kalimat yang ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.

Misalnya:

Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan ”Si Hitam”.

Bang Qomar sering disebut ”pahlawan” ia sendiri tidak tahu sebabnya.

l. Tanda Petik Tunggal (’...’)

Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain dan tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata ungkapan asing.

Contoh:

Tanya Basri, ”Kau dengar bunyi ’kring-kring’ tadi?”

Feed-back ’balikan’

m. Tanda Garis Miring

Tanda garis miring dipakai sebagai berikut.

(a) Keterangan nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua takwim.

Contoh:

No.7/PK/1990

(b) Pengganti kata dan, atau atau tiap.

Contoh:

mahasiswa/mahasiwi

harganya Rp150,00/lembar.

n. Tanda Penyingkat atau Apostrof (’)

Tanda penyingkat atau apostrof menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.

Misalnya:

Ali ’kan kusurati (’kan = akan)

Malam ’lah tiba (’lah = telah)

· Kesalahan Pembentukan Kata

Kesalahan pembentukan kata tergolong pada kesalahan morfologis. Kesalahan morfologis adalah kesalahan memakai bahasa disebabkan salah memilih afiks, salah menggunakan kata ulang, salah menyusun kata kata majemuk, dan salah memilih bentuk kata.

Contoh:

Banyak pelajar-pelajar baris-baris di tanah lapang itu.

Saya lebih baik berpulang daripada meninggal sini.

Yang seharusnya:

Banyak pelajar berbaris di tanah lapang itu.

Saya lebih baik pulang daripada tinggal di sini.

(Tarigan, 1988:198-199)

Dalam tulisan, kesalahan pembentukan kata yang digunakan dapat berpengaruh pada ide-ide atau gagasan yang disampaikan. Perubahan bentuk kata dapat mengubah makna asal kata. Pembentukan sebuah kata dari kata dasar dapat dilakukan dengan penambahan afiks dan pengulangan.

1 Afiks

Afiksasi adalah proses yang mengubah morfem menjadi kata kompleks (Kridalaksana, 2007:28). Dalam proses ini, leksem (1) berubah bentuknya, (2) menjadi kategori tertentu, sehingga berstatus kata (atau bila telah berstatus kata berganti kategori), (3) sedikit banyak berubah maknanya.

Menurut Kridalaksana (2007:28-29), dalam bahasa Indonesia dikenal jenis-jenis afiks yang secara tradisional diklasifikasikan atas:

a. prefiks, yaitu afiks yang diletakkan di muka dasar, contoh: me-, ber-, di-, ke-, ter-, pe-, per-, dan se-,

b.infiks, yaitu afiks yang diletakkan di dalam dasar, contoh: -el-, -er-, -em-, dan –in-,

c. sufiks, yaitu afiks yang diletakkan di belakang dasar, contoh: -an, -kan, –i, -wan, -wati, -ku, -mu, dan -nya,

d.konfiks, yaitu afiks yang terdiri dari dua unsur, satu di muka bentuk dasar dan satu di belakang bentuk dasar, contoh: ke-an, pe-an, per-an, dan ber-an,

e. kombinasi afiks, yaitu kombinasi dari dua afiks atau lebih yang bergabung dengan dasar, contoh: me-kan, me-i, memper-kan, memper-i, ter-kan, per-kan, dan se-nya.

Bentuk afiks dan perubahannya langsung dijadikan sebagai landasan teori penelitian ini.

2 Kata Ulang

Proses perulangan atau reduplikasi ialah pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya atau sebagiannya, baik dengan fariasi fonem maupun tidak (Ramlan, 1985:57).

Berdasarkan cara pengulangan bentuk dasarnya, Ramlan (1985:59-69) menggolongkan pengulangan menjadi empat, yaitu sebagai berikut.

1. Pengulangan seluruh, ialah pengulangan bentuk dasar, tanpa perubahan fonem dan tidak berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks.

Cotoh: sepeda-sepeda, kebaikan-kebaikan

2. Pengulangan sebagian, ialah pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya.

Contoh: mengambil-ambil, membaca-baca

3. Pengulangan yang berkombinasi dengan pembubuhan afiks.

Contoh: kereta-keretaan, orang-orangan

4. Pengulangan dengan perubahan fonem.

Contoh: lauk-pauk, ramah-tamah

· Kesalahan Pemilihan Kata

Pilihan kata adalah mutu dan kelengkapan kata yang dikuasai seseorang sehingga ia mampu menggunakan secara tepat dan cermat berbagai perbedan dan persamaan makna kata sesuai dengan tujuan dan gagasan yang akan disampaikan, serta kemampuan untuk memperoleh bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki pembaca dan pendengar (Yulianto, 2008:84).

Kesalahan pemilihan kata disebut juga kesalahan leksikon. Dalam Tarigan (1988:200), kesalahan leksikon adalah kesalahan memakai kata yang tidak atau kurang tepat.

Contoh:

Demikianlah agar Anda maklum, dan atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Saudara-saudara, sebelum kita makan marilah kami berdoa bersama-sama.

Yang seharusnya:

Demikianlah agar Anda maklum, dan atas perhatian Anda saya ucapkan terima kasih.

Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Saudara-saudara, sebelum kita makan marilah kita berdoa bersama sama.

(Tarigan, 1988:200)

Pemilihan kata sangat penting diperhatikan dalam proses menulis maupun membuat karangan. Karangan dianggap kurang berarti jika pilihan katanya kurang cermat walaupum organisasi penyajiannya baik, paragrafnya cermat, susunan kata dalam kalimat teratur, dan gaya bahasanya baik (Depdikbud dalam Yulianto, 2008:83).

Menurut Yulianto (2008:83), pemilihan kata menyangkut ketepatan dalam penggunaan kata. Namun, ketepatan hanyalah satu syarat pilihan kata sebab pilihan kata juga menuntut dua syarat, yakni kebenaran dan kelaziman.

a) Syarat kebenaran dalam pilihan kata mengacu pada penggunaan kata yang sesuai dengan kaidah kebahasaan (kaidah pembentukan kata) dan menyangkut penulisan kata secara tepat, terutama terkait dengan kata serapan dari bahasa asing.

→ kalimat yang tidak sesuai dengan kaidah pembentukan kata, contoh:

Sebaiknya Anda tidak merubah posisi tempat duduk yang ada.

Penggunaan kata merubah pada kalimat di atas adalah tidak tepat karena kata dasarnya ubah berawalan meng-, bukan kata dasar rubah berawalan me-.

Kalimat yang benar seharusnya:

Sebainya Anda jangan mengubah posisi tempat duduk yang ada.

→ Kalimat yang salah akibat kesalahan penulisan unsur serapan bahasa asing, contoh: Dia adalah orang yang ahli di bidang tehnik.

Kita harus berpikir secara obyektif.

Kalimat yang benar adalah:

Dia adalah orang yang ahli di bidang teknik.

Kita harus berpikir secara objektif.

b) Syarat kelaziman adalah mengacu kepada maksud bahwa kata yang dipakai adalah dalam bentuk yang sudah dibiasakan dan bukan merupakan bentuk yang dibuat-buat.

Kata mati, wafat, dan tewas meskipun maknanya sama yakni tidak hidup, penggunaan kata tersebut dalam kalimat harus disesuaikan secara lazim.

Contoh penggunaan kata yang lazim digunakan dalam kalimat.

Ibunya wafat ketika dalam perjalanan menuju rumah sakit.

Lampu kamarku mati ketika aku belum selesai belajar.

Korban yang meninggal dalam kecelakaan itu kemarin dimakamkan.